Islam Pada Masa Khalifah Ali Bin Abi Thalib



Islam Pada  Masa Khalifah Ali bin Abi-Thalib

            Ali bin Abi Thalib termasuk sahabat pertama yang masuk islam, yaitu dimasa ia masih kanak-kanak. Dia adalah keponakan dan juga menantu dari Rasululah SAW, yaitu suami dari putri Rasulullah Fatimah az-zahra. Ia dikenal sebagai pemberani dan perwira dan turut dalam seluruh peperangan Rasulullah kecuali perang Tabuk.
            Di zaman pemerintahan Umar dan Utsman dia memangku jabatan penting dan mengurus perkara yang penting-penting dan rumit, ia juga sebagai anggota Dewan Syura yang diangkat Umar untuk memilih penggantinya. Ketika pangkat Khalifah jatuh kepada Utsman dia juga turut menyetujui pengangkatan itu, tetapi ia tidak menyetujui politik pemerintahan Utsman, terutama pada akhir-akhir pemerintahanya.
            Setelah Utsman wafat, orang-orang Madinah membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, akan tetapi pengangkatan ini dipandang sebagian kaum muslimin kurang lazim, karena kota Madinah ketika itu sedang dikuasai oleh para pemberontak, sedangkan para sahabat hanya sebagian kecil yang berada di Madinah seperti Thalhah dan Zubair. Kedua sahabat ini turut membaiat Ali bin Abi Thalib karena desakan para pembaiat ketika itu.
            Menurut pendapat Ali bin Abi Thalib wali-wali yang diangkat khalifah utsman tidak layak dan cakap mengurus masalah ummat Islam. Maka sekalipun kedudukanya sebagai khaifah belum kuat dan kokoh, niatanya telah tetap akan memberhentikan para wali itu.
            Beberapa sahabat memberi peringatan kepada Ali agar dia membatalkan niatanya itu. Akan tetapi dia tidak mau mundur barang setapak, niatanya itu dilaksankan. Siasat Ali yang sedemikian itu, membawa ummat Islam menuju fase adanya fitnah, yang menjadikan umat Islam retak, umatv Islam terbagi menjadi tiga golongan (partai), yaitu 1. Golongan pendukung Ali bin Abi Thalib, 2. Golongan yang menuntut atas kematian Utsman bin affan, mereka dikepalai oleh Muawiyah bin Abi Sufyan, 3. Yang tidak setuju dengan tuntutan Muawiyyah dan tidak setuju dengan pengankatan Ali, mereka dipimpin oleh Thalhah, Zubair, dan Aisyiyah.
            Ali gagal merangkul mu’awiyah, kerabat Utsman yang menjabat sebagai gubernur syria. Bahkan mu’awiyah atas nama keluarga bani umayah menuntut balas atas kematian Utsman. Pada era khalifah ali. Perseteruan politik intern umat islam semakin menonjok , misalmya terjadi konflik dan peperangan antara khalifah Ali dengan Aisyah , Tholhah dan Zubair dalam perang unta (perang Jamal) serta peperangan antar ali dengan mu’awiyah (perang shiffin) yang berakhir dengan tahkim (arbitrage) dan berimplikasi pada munculnya aliran-aliaran teologi islam.
            Hasil perdamaian (Tahkim) sangat mengecewakan umat Islam yang berpihak kepada Ali. Oleh karena itu khalifah Ali bermaksud hendak menyerang negeri Syam tempat kedudukan Muawiyyah. Akan tetapi sebagian besar penduduk Irak tidak mengacuhkan dia lagi, sehingga amat sukar baginya mengumpulkan balatentara dan akhirnya terpaksa dibatalkan.
             Dalam pada itu tiga orang dari kelompok khawarij telah mengadakan permufakatan jahat untuk membunuh Ali, Muawiyyah dan amru bin al-ash. Menurut mereka orang bertiga inilah yang menjadi pangkal fitnah yang menimbulkan peperangan sesama umat islam. Tiga orang khawarij itu ialah: Ibnu Muljam yang akan membunuh Ali, Albarak yang akan membunuh Muawiyyah, dan Umar bin bakir yang akan membunuh Amru bin al-ash. Maka pada tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H.(661M), Ali bin Abi Thalib wafat ditikam oleh Ibnu Muljam dengan pedang beracun, dalam masjid Kufah dikala yang beliau  itu hendak sembahyang Subuh. Ali wafat sesudah memerintah empat tahun sembilan bulan lamanya.
            Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya Hasan selama beberapa bulan. Namun, karena Hasan ternyata lemah, sementara Muawiyyah semakin kuat, maka Hasan membuat perjanjian damai. Perjanjian ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, dibawah Muawiyyah bin Abi Sufyan. Di sisi lain, perjanjian itu juga menyebabkan Muawiyyah bin Abi Sufyan  menjadi penguasa absolute dalam Islam. Tahun 41 H (661 M), tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun jama’ah.  Dengan demikian, berakhirlah apa yang disebut dengan masa khulafaur rasyidin dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam.



0 Response to "Islam Pada Masa Khalifah Ali Bin Abi Thalib"

Post a Comment