Makalah Usul Fiqh Tentang Ta'arudhl 'Adilah


MAKALAH 

USUL FIQH

(Ta’arudulAl-Adilah)

DOSEN :Drs. H. Mohammad Rusfi, M.Ag.

Disusun oleh :Hermawan (1621030234)




FAKULTAS SYARIAH & HUKUM

JURUSAN MUAMALAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN 2016/2017



KATA PENGANTAR

           Segala puji bagi Allah, tuhan semesta alam yang telah memberikan taufiq, hidayah serta inayah-Nya kepada kami sehingga kami dalam menyelesaikan tugas makalah ini tanpa adanya hambatan yang di luar kemampuan.
           Shalawat beserta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Agung kita Muhammad SAW, yang telah membawa risalah dari Allah terutama nabi yang telah membawa mu’jizat-Nya yang berupa Al-Qur’an, yang dengannya bisa kita peroleh petunjuk dan segala macam ilmu.
        Untuk yang selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada segenap rekan-rekan kami, terutama kepada dosen kami yang telah memberi tugas dan bimbingan kepada kami, sehingga dapat tersusun makalah ini.
        Kami menyadari bahwa dalam makalah kami masih banyak terdapat kesalahan yang itu memang kelemahan dari kami. untuk itu, kami mohon untuk diberikan kritik dan saran untuk kemajuan kami khususnya dan rekan-rekan umumnya.
Akhirnya kami berharap, makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.




Bandar Lampung,Desember2017

Penyusun




DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1LatarBelakangMasalah 1
1.2RumusanMasalah 2
1.3TujuanPenulisan 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1PengertianTa’arudhA’dillah 4
2.2  Bentuk-BentukDalil Yang Kontradiktif 5
2.3  Cara PenyelesaianTa’arudh Al-Adilah 6

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN 7
3.2 SARAN ............................................................................................ 7
DAFTAR PUSTAKA




BAB I

PENDAHULUAN
A. LatarbelakangMasalah

Islam merupakan agama Rahmatan lil ‘alamin yang dianugrahkan kepada seluruh umat manusia. Seiring dengan perkembangan zaman, dalam situasi dan kondisi yang berubah-ubah tentu akan menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai permasalahan-permasalahan yang timbul di masyarakat, mulai dari masalah pribadi, keluarga, ekonomi, hukum, dan lain-lain. Disinilah agama Islam terbukti sebagai agama yang mampu menjawab segala permasalahan dan sesuai dengan perkembangan zaman.

Dalam hal ini maka para ulama’ mengeluarkan fatwa-fatwa hukum untuk menyelesaikan masalah tersebut.Tentu dalam hal penetapan hukum pasti ada banyaknya pertentangan antara dalil-dalil.Maka dalam masalah ini para ulama’ menyelesaikannya dalam beberapa metode penyelesaian.Yang dalam hal itu supaya dapat mewujudkan dalam kemaslahatan dan mencegah atau menolak berbagai kerusakan bagi umat manusia.Dalam konteks pertentangan-pertentangan yang terjadi.

Dalam makalah ini pemakalah akan memaparkan mengenai Ta’arudhaladillah Wal Maslahah yang akan membuka wawasan kita mengenai kajian ushulfiqih.

B. RumusanMasalah
  1. ApapengertianTa’arudh Al-adillah?
  2. Apabentuk-bentukdalil yang kontradiktif?
  3. Bagaimana Cara menyelesaikanTa’arudh Al-adillah?

C. TUJUAN MASALAH

  1. UntukMengetahuiPengertianTa’arudh Al-Adillah?
  2. Untukmengetahuidalil-dalil yang kontradiktif?
  3. Untukmengetahuicaramenyelesaikanta’arudh al-adillah?


BAB II
PEMBAHASAN
A. PengertianTa’arudh Al-Adillah

Ta’arudh menurut arti bahasa adalah pertentangan satu dengan yang lainnya. Sementara kata Al-Adillah  adalah bentuk Plural dan kata dalil, yang berarti argumen, alasan dan dalil.

Secara istilah Ta’arudla-adillah diartikan sebagai perlawanan antara kandungan salah satu dari dua dalil yang sama derajatnya dengan kandungan dalil lain. Sehingga dalam implikasinya kedua dalil yang berlawanan tersebut tidak mungkin dipakai pada satu waktu. [1] Perlawanan itu dapat terjadi antara ayat Al-Qur’an dengan Al-Qur’an yang lain, Hadits Mutawatir dengan Hadits Mutawatir yang lain, Hadits Ahad dengan Hadits Ahad yang lain. Sebaliknya perlawanan tersebut tidak akan terjadi apabila kedua daaul tersebut berbeda kekuatannya, karena pada hakikatnya dalil yang lebih kuatlah yang diamalkan.

Diantara beberapa definisi Taarudal-Adillah menurut beberapa ahli usul fiqhdiantaranya yang dikemukakan oleh Amir Syarifudin mena’rifkanta’arudh dengan berlawanannya dua dalil hukum yang salah satu Siantar dua dalil itu meniadakanhukum yang ditunjuk oleh dalil lainnya. 

Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan ta’arudh secara singkat, yaitu kontradiktif antara dua Nash atau dalil yang sama kekuatannya. Dari beberapa definisi tersebut memberi tik penekanan yang berbeda, namun dapat disimpulkan bahwa ta’arud itu merupakan pembahasan dua dalil yang saling bertentangan. 


B. Bentuk-bentukDalil yang Kontradiktif

Pengertian dalil yang kontradiktif mencakup dalil yang naqli (dalil yang memang telah termaktub dalam Al-Qur’an atau hadist nabi secara tekstual) dan dalil aqli (dalil dimana rasionalitas menjadi penentunya) seperti qiyas, bahkan juga mencakup dalil yang qath’i dan juga zhanni.

Para ulama berbeda pendapat mengenai bentuk dalil apa saja yang memungkinkan adanya kontra antara satu dengan yang lain. Perbedaan itu antara lain :

Menurut jumhur ulama mengatakan bahwa antara dua dalil yang qath’i tidak mungkin terjadi kontradiksi secara makna dhahir karena setiap dalil qath’i mengharuskan adanya madlul(hukum).Bila dua dalil yang qath’i berbenturan berarti setiap dalil itu mengharuskan adanya hukum yang saling berbenturan. Dengan demikian maka akan terjadi dua hal yang saling meniadakan pihak lain, hal ini sangat mustahil terjadi. Sebagian ulama berpendapat memungkinkan adanya dua dalil yang qath’iyang saling meniadakan

2.      Segolongan ulama menolak terjadinya perbenturan antara dua dalil yang zhanni sebagaimana tidak boleh terjadi perbenturan antara dua dalil yang qath’i, dengan tujuan untuk menghindarkan perbenturan dalam firman pembuat hukum syar’i. sedangkan sebagian ulama yang lain membolehkan terjadinya perbenturan dua dalil yang zhanni karena tidak ada halangan bagi perbenturan tersebut selama terbatas pada dalil yang tidak qath’i, seperti yang terjadi pada qiyas. Jika kontradiksi antara dua dalil yang bukan nash seperti dua qiyas yang saling bertentangan, maka ini mungkin saja kontradiksi yang hakiki atau sebenarnya. Karena kadang-kadang dari salah satu dari keduanya salah, maka jika mungkin memenangkan salah satu dari dua qiyas tersebut, yang menang itulah yang diamalkan.


Kedua golongan yang berbeda pendapat itu semuanya sepakat bahwa terjadinya kontradiksi dalil tersebut hanya dalam pemikiran para mujtahid saja, sedangkan dalam dalil itu sendiri tidak ada benturan. Dengan kesimpulan dari dua pendapat itu bahwa kontradiksi antara dua dalil ini tidak akan terjadi kecuali apabila kedua dalil itu sama kekuatannya. Maka jika salah satu dari kedua dalil itu lebih kuat dari yang lainnya, maka yang diikuti adalah hukum yang dikehendaki oleh dalil yang lebih kuat. Dengan demikian tidak akan terjadi kontradiksi antara nash yang qath’i dan nash yang zhanni. Contohnya sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an QS. Al-Baqarah ayat 180 yang berbunyi sebagai berikut:

كُتِبَ عَلَيۡكُمۡ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ ٱلۡمَوۡتُ إِن تَرَكَ خَيۡرًا ٱلۡوَصِيَّةُ لِلۡوَٰلِدَيۡنِ وَٱلۡأَقۡرَبِينَ
بِٱلۡمَعۡرُوفِۖ حَقًّا عَلَى ٱلۡمُتَّقِينَ ١٨٠

“Diwajibkan atas kamu apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) mati, jika ia meninggalkan harta yang banyak berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf.” (QS. Al-Baqarah: 180)

Ayat di atas secara dhahir maknanya mengalami kontradiksi dengan ayat sebagai berikut:
يُوصِيكُمُ ٱللَّهُ فِيٓ أَوۡلَٰدِكُمۡۖ لِلذَّكَرِ مِثۡلُ حَظِّ ٱلۡأُنثَيَيۡنِۚ فَإِن كُنَّ نِسَآءٗ ......

“Allah mensyari’tkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu, yaitu bagian orang laki-laki sama dengan dua orang anak perempuan.” (QS. An-Nisa’: 11)

Ayat pertama  mewajibkan kepada yang telah merasa mendekati ajalnya agar mewasiatkan harta pasukannya kepada orang tua dan sanak kerabatnya secara baik. Dan ayat kedua menetapkan asing-masingorangtua anak-anak dan sanak kerabat mendapat hak dari harta pusaka lantaran wasiat Allah bukan wasiat yang mewariskan.Berarti kedua ayat tersebut kontradiksi secara makna lahirnya dan mungkin bisa mengkopromikan keduanya, yaitu jika yang dimaksudkan ketentuan tentang mereka yang terhalang mendapat warisan oleh satu penghalang seperti perbedaan agama.


C. Cara MenyelesaikanTa’arudh Al-adillah

Apabila ditemukan dua dalil yang kontradiksi secara lahirnya, maka harus diadakan pembahasan untuk memadukan keduanya dengan cara-cara memadukan yang telah diatur dalam ushulfiqh. Dan apabila dua dalil tersebut telah diusahakan perpaduannya, namun tetap tidak menemukan jalan keluar, maka pelaksaannya dihentikan dan mencari dalil yang lain. Para ulama ushul telah merumuskan tahapan-tahapan penyelesaian dalil-dalil yang kontradiksi yang bertolak pada suatu prinsip yang tertuang dalam kaidah sebagai berikut:

“Mengamalkan dua dalil yang berbenturan itu lebih baik daripada meninggalkan keduanya“

a. Mengamalkanduadalil yang kontradiksi (Al-Jam’uwa al-Taufiq), dapatditempuhdengancara:
Dari kaidah di atas dapat dirumuskan tahapan penyelesaian dalil-dalil yang berbenturan serta cara-caranya sebagai berikut:

Taufiq (kompromi).Maksudnya adalah mempertemukan dan mendekatkan dalil-dalil yang diperkirakan berbenturan atau menjelaskan kedudukan hukum yang diunjuk oleh kedua dalil tersebut, sehingga tidak terlihat lagi adanya kontradiksi.

Contoh:
 
وَٱلَّذِينَ يُتَوَفَّوۡنَ مِنكُمۡ وَيَذَرُونَ أَزۡوَٰجٗا وَصِيَّةٗ لِّأَزۡوَٰجِهِم مَّتَٰعًا إِلَى ٱلۡحَوۡلِ غَيۡرَ إِخۡرَاجٖۚ فَإِنۡ خَرَجۡنَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ فِي مَا فَعَلۡنَ فِيٓ أَنفُسِهِنَّ مِن مَّعۡرُوفٖۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٞ ٢٤٠
“Orang-orang yang meninggal diantaramu dan meninggalkan istri-istri hendaklah berwasiat bagi 

istri-istri mereka untuk bersenang –senang selama satu tahun.” (QS. Al-Baqarah: 240)

Dengan ayat yang berbunyi:

“Orang-orang yang meninggal diantaramu dan meninggalkan istri-istri hendaklah istri-istri itu menahan diri selama empat bulan sepuluh hari.”

Kedua ayat diatas secara lahir memang berbenturan karena ayat yang pertama menetapkan iddah selama satu tahun, sedangkan ayat kedua menetapkan idah selama empat bulan sepuluh hari:

Usaha kompromi dalam kasus ini adalah dengan menjelaskan bahwa yang dimaksud bersenang-senang selama satu tahun pada ayat perama adalah hak mantan istri untuk tinggal di rumah mantan suaminya selama satu tahun (jika menikah lagi).Sedangkan masa batas minimal untuk tidak menikah lagi selama masa itu.

Takhsis, yaitu jika dua dalil yang secara zhahir berbenturan dan tidak mungkin dilakukan usaha kompromi, namun satu diantara dalil tersebut bersifat umum dan yang lain bersifat khusus, maka dalil yang khusus itulah yang diamalkan untuk mengatur hal yang khusus. Sedangkan dalil yang umum diamalkan menurut keumumannya sesudah dikurangi dengan ketentuan yang khusus.




Contoh firman Allah QS. Al-Baqarah:228 yang berbunyi:

وَٱلۡمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصۡنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٖۚ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَن يَكۡتُمۡنَ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ فِيٓ أَرۡحَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤۡمِنَّ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ 
بِرَدِّهِنَّ فِي ذَٰلِكَ إِنۡ أَرَادُوٓاْ إِصۡلَٰحٗاۚ وَلَهُنَّ مِثۡلُ ٱلَّذِي عَلَيۡهِنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيۡهِنَّ دَرَجَةٞۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ ٢٢٨ 

“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menungu) tiga kali sesuci.” (QS. Al-Baqarah:22)
Dan pada ayat lain sebagai berikut:

“Perempuan-perempuan hamil (yang dicerai suami) waktu iddah mereka adalah sampai melahirkan kandungannya.”

Perbenturan secara zhahir kedua ayat di atas bahwa iddah istri yang ditalak suami adalah tiga kali sesuci, sedangkan istri yang dicerai suami dalam keadaan mengandung, maka iddahnya adalah sampai melahirkan anaknya.

Usaha penyelesaian malaluitakhsis dalam dua dalil di atas yaitu memberlakukan batas melahirkan anak, khusus bagi istri yang dicerai suaminya dalam keadaan hamil.Dengan usaha takhsis ini ketentuan bagi istri yang hamil dikeluarkan dari keumumannya.

b. Mengamalkan satu dalil diantara dua dalil yang berbenturan

Bila dua dalil yang berbenturan Ida dapat dikompromikan atau di takhsis, maka kedua dalil tersebut tidak dapat diamalkan keduanya.Dengan demikian hanya satu dalil yang dapat diamalkan. Usaha penyelesaian dalam bentuk ini dapat ditempuh dengan 3 cara:

  1. Nasakh [6], Maksudnya apabila dapat diketahui secara pasti bahwa satu diantara dua dalil yang kontradiksi itu lebih dahulu turun atau lebih dahulu berlakunya, sedangkan dalil yang satu lagi belakangan turunnya, maka dalil yang datang belakangan itu dinyatakan berlaku untuk seterusnya, sedangkan dalil yang lebih dulu dengan sendirinya dinyatakan tidak berlaku lagi.
Contoh:
“Sesungguhnya saya telah melarangmu berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah.”

Keterangan waktu yang menjelaskan berlakunya dua nash yang berbeda adalah apabila dua dalil hukum berbenturan dan tidak mungkin diselesaikan dengan cara apapun, tetapi dapat diketahui bahwa yang satu lebih dahulu datangnya dari pada yang satunya, maka yang terakhir ini menasakh yang lebih dahulu datang, sebagaimana yang terjadi pada hadist di atas, dan juga hadits di bawah ini yang berbunyi:

“Sesungguhnya saya telah melarangmu menyimpan daging kurban lebih dari keperluan tiga hari, maka sekarang makanlah dan simpanlah.”

   2. Tarjih, Maksudnya adalah apabila diantara dua dalil yang diduga berbenturan tidak diketahui mana yang belakangan turun atau berlakunya, sehingga tidak dapat diselesaikan dengan nasakh ,namun ditemukan banyak petunjuk yang menyatakan bahwa salah satu diantaranya lebih kuat dari pada yang lain, maka damaikanlah dalil yang disertai petunjuk yang mengeluarkan itu, dan dalil yang lain ditinggalkan.

Contoh: Seperti mendahulukan khabar dari Aisyah ra. tentang wajibnya mandi bila terjadi persetubuhan dari pada khabar Abu Hurairah yang mewajibkan mandi hanya apabila keluar mani.

    3 Takhyir. Maksudnya bila dua dalil yang berbenturan tidak dapat ditempuh secara nasakh dan tarjih, namun kedua dalil itu masih mungkin untuk diamalkan, maka penyelesaiannya ditempuh dengan cara memilih salah satu diantara dua dalil itu untuk diamalkan, sedangkan yang lain tidak diamalkan

c. Meninggalkan duadalil yang berbenturan
Bila penyelesaian dua dalil yang dipandang berebnturan itu tidak dapat diselesaikan dengan dua cara diatas, maka ditempuh dengan cara ketiga, yaitu dengan meninggalkan dua dalil tersebut. Adapun cara meninggalkan kedua dalil yang berbenturan itu ada dua bentuk, yaitu: 
  1. Tawaquf(menangguhkan), menangguhkan pengamalan dalil tersebut sambil menunggu kemungkinan adanya petunjuk lain untuk mengamalkan salah satu diantara keduanya.
  2. Tasaquth (saling berguguran), meninggalkan kedua dalil tersebut dan mencari dalil yang lain untuk  diamalkan.






BAB III

PENUTUP

A.      Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah kami sampaikan dalam makalah ini. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa penyelesaian terhadap ta`arudhal-adillah atau dalil-dalil yang bertentangan dapat menggunakan metode al-jam`uwaal-taufiq, tarjih, naskh, dan tasaqutal-dalalain.

Tidak ada perbedaan pendapat dalam metode penyelesain terhadap ta`arudhal-adillah atau dalil-dalil yang bertentangan. Namun terjadi perbedaan pendapat dalam tahapan metode antara ulama Hanafiyyah yang mendahulukan tarjih, lalu naskh,lalual-jam`uwaal-taufiq, dan terakhir tasaqutal-dalalain. Sedangakan ulama Syafi`iyyah, Malikiyyah, dan Hanabilahmendahuluanal-jam`uwaal-taufiq, tarjih, naskh, dan tasaqutal-dalalain.

B. SARAN

Penulis menyadari, dalam pembuatan makalah ini jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu, kami sebagai penyusun berharap agar ada kritik dan saran dari semua pihak terutama Dosen. Penulis hanyalah manusia biasa.Jika ada kesalahan, itu datangnya dari penulis sendiri.Dan jika ada kebenaran, itu datangnya dari Allah swt.




DAFTAR PUSAKA

Al-Zuhaili, Wahbah, Ushulal-Fiqh al-Islami, 2001,Beirut: Draal-Fikr, Cet.ke-2

Firdaus.Ushul Fiqh (metode mengkaji dan memahami hukum islam secara komprehensif. 2004, Jakarta: Zikrul Hakim,

Khalaf, Abdul Wahab, 1997, Ilmu ushulul Fiqh, Terj. Prof. Drs. KH. Masdar Helmy, Bandung: Gema Risalah Press

Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh  Jilid 1,1997,  Jakarta: Logos Wacana Ilmu

Yahya, Mukhtar.,danFatchurrahman, 1993, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Islami.Bandung :Al-Ma’rif

http//:http://www.diyya.wordpress.com/ushulfiqh/html



1 Response to "Makalah Usul Fiqh Tentang Ta'arudhl 'Adilah"