Makalah Hadist Ahkam Tentang produksi Dalam Islam


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pandangan tentang kegiatan ekonomi dalam Islam yaitu produksi tersirat dari bahasan ekonomi yang dilakukan oleh Hasan Al Banna. Beliau mengutip firman Allah SWT yang mengatakan: “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah SWT telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan bathin.” (QS. Lukman: 20)

Semua sumberdaya yang terdapat di langit dan di bumi disediakan Allah SWT untuk kebutuhan manusia, agar manusia dapat menikmatinya secara sempurna, lahir dan batin, material dan spiritual. Apa yang diungkapkan oleh Hasan Al Banna ini semakin menegaskan bahwa ruang lingkup keilmuan ekonomi islam lebih luas dibandingkan dengan ekonomi konvensional. Ekonomi islam bukan hanya berbicara tentang pemuasan materi yang bersifat fisik, tapi juga berbicara cukup luas tentang pemuasan materi yang bersifat abstrak, pemuasan yang lebih berkaitan dengan posisi manusia sebagai hamba Allah SWT.

Al-Qur’an juga telah memberikan tuntunan visi bisnis yang jelas yaitu visi bisnis masa depan yang bukan semata-mata mencari keuntungan sesaat tetapi “merugikan”, melainkan mencari keuntungan yang secara hakikat baik dan berakibat baik pula bagi kesudahannya (pengaruhnya). Salah satu aktifitas bisnis dalam hidup ini adalah adanya aktifitas produksi.

.   B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan karya ilmiah ini, kami merumuskan permasalahan didalamnya. Berikut ini rumusan masalahnya:
1. Apakah definisi dari produksi ?
2. Bagaimanakah teori produksi ?
3. Apa sajakah dan hadits yang berkaitan dengan kegitan produksi ?
4. Bagaimana Prinsip-prinsip Produksi?
5. Apa Tujuan Produksi?
6. Apa sajakah Faktor-faktor Produksi?
7. Bagaimana Etika Produksi dalam Islam?
8. Bagaimana Modal dalam Al Qur’an?
9. Bagaimana Usaha Produksi Yang Baik?

C.    Tujuan Penulisan
Kami sebagai penulis mempunyai tujuan dalam penulisan karya ilmih ini, berikut tujuan penulisannya:
1. Untuk mengetahui definisi dari produksi baik dalam Islam maupun konvensional.
2. Untuk mengetahui bagaimana teori produksi.
3. Untuk mengetahui beberapa ayat dan hadits yang berkaitan dengan kegitan produksi.
4. Untuk mengetahui Bagaimana Prinsip-prinsip Produksi?
5. Untuk mengetahui Apa Tujuan Produksi?
6. Untuk mengetahui Apa sajakah Faktor-faktor Produksi?
7. Untuk mengetahui Bagaimana Etika Produksi dalam Islam?
8. Untuk mengetahui Bagaimana Modal dalam Al Qur’an?
9. Untuk mengetahui Bagaimana Usaha Produksi Yang Baik?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Produksi
Para ekonom mendefiniskan produksi sebagai menghasilkan kekayaan melalui eksploistasi manusia terhadap sumber-sumber kekayaan lingkungan. Bila diartikan secara konvensional, produksi adalah proses menghasilkan atau menambah nilai guna suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber daya yang ada. Dalam pengertian lain kegiatan produksi dalam ilmu ekonomi dapat diartikan sebagai, kegitan yang menciptakan manfaat (utility) baik di masa kini, maupun di masa yang akan datang (M. Frank, 2003). Sedangkan bila diartikan secara islam kegiatan produksi dalam Islam tidak semata- mata hanya ingin memaksimalkan keuntungan dunia saja akan tetapi yang lebih penting lagi adalah, untuk mencapai maksimalisasi keuntungan diakherat. Konsep produksi dalam Islam adalah konsep produksi menurut Al- Quran dan Hadist, dan ini sangat erat sekali hubungannya dengan sistem ekonomi Islam, yaitu kumpulan dasar- dasar ekonomi yang di simpulkan dari Al- Quran dan Hadist. Berikut definisi produksi menurut ekonomi muslim:

  1. Kahf. mendefinisikan kegiatan produksi dalam Islam sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisi materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana yang telah digariskan dalam agama  yaitu kebahagian dunia dan akhirat.
  2. Siddiqi (1992) mendefinisikan kegiatan produksi sebagai penyediaan barang dan jasa dengan memperhatikan nilai keadilan dan memanfaatkan (maslahah) bagi masyarkat. Dalam pandangannya sepanjang produsen telah bertindak adil dan telah membawa kebajikan bagi masyarakat maka ia telah bertindak secara Islami.
B.     Teori Produksi
Produksi, distribusi dan konsumsi sesungguhnya merupakan satu rangkaian kegiatan ekonomi yang tidak dipisahkan. Ketiganya, memang saling mempengaruhi namun harus diakui produksi merupakan titik pangkal dari kegiatan itu. Tidak akan ada distribusi tanpa produksi. Dari teori ekonomi makro kita memperoleh infformasi. Kemajuan ekonomi pada tingkat individu maupun bangsa lebih dapat diukur dengan tingkat produktivitasnya dari pada kemewahan konsumtif mereka. Atau dengan kemampuan ekspornya ketimbang agregat impornya (Sukirno, 198).


Dari sisi pandangan konvensional, biasanya produksi dilihat dari tiga hal, yaitu apa yang diproduksi, bagaimana memproduksinya, dan untuk siapa barang/jasa diproduksi. Cara pandang ini untuk memastikan bahwa kegiatan produksi cukup layak untuk mencapai skala ekonomi. Dalam produksi itu terjadi, ekonomi konvensional menempatkan tenaga kerja sebagai salah satu dari empat faktor produksi, tiga faktor lainnya adalah sumber alam, modal dan keahlian. Dalam memandang faktor tenaga kerja ini terdapat sejumlah perbedaan. Paham ekonom sosialis misalnyamemang mengakui faktor tenaga kerja merupakan faktor penting. Namun paham ini tidak memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap hak milik individu, sehingga faktor tenaga kerja atau manusia turun derajatnya menjadi sekedar pekerja atau kelas pekerja. Sedangkan paham kapitalis yang saat ini menguasai dunia, memandang modal atau kapital sebagai unsur yang terpenting, dan oleh sebab itu para pemilik modal atau para kapitalis yang menduduki tempat yang sangat dalam ekonomi kapitalis.

Sedangkan terdapat pula pandangan produksi dalam al-Qur’an dan hadits sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al-Anbiya, 21:80): “Dan telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu: Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah)”. Dan pula terdapat hadits yang membahas teori produksi, yaitu: “Seorang diantarakamu mengambil tali dan pergi ke gunung untuk mengambil kayu bakar lalu dipikulnya pada punggungnya dan selanjutnya dijualnya serta dengan cara ini ia bisa menghidupkan dirinya, adalah lebih baik daripada ia meminta-minta kepada manusia, kadang ia diberi dan kadang tidak diberi (HR. Ahmad, Bukhari dan Ibnu Majah).

  1. Rasululullah memberikan arahan mengenai prinsip-prinsip produksi sebagai berikut:Tiga manusia dimuka bumi sebagai khalifah Allah adalah memakmurkan bumi dengan ilmu dan amalnya. Allah menciptakan bumi dan langit beserta segala apa yang ada diantara keduanya karena sifat Rahmaan dan Rahiim-Nya kepada manusia. Karenanya sifat tersebut harus melandasi aktivitas manusia dalam pemanfaatan bumi dan langit serta segala isinya.
  2. Islam selalu mendorong kemajuan dibidang produksi. Menurut Yusuf Qhardawi, Islam membuka lebar penggunaan metode ilmiah yang didasarkan kepada penelitian, eksperimen dan perhitungan. Akan tetapi Islam tidak membenarkan penuhan terhadap hasil karya ilmu pengetahuan dalam arti melepaskan dirinya dari al-Qur’an dan Hadits.
  3. Teknik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia. Nabi bersabda: “Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian”.
  4. Dalam berinovasi dan bereksperimen, pada prinsipnya agama Islam menyukai kemudahan, menghindari mudharat dan memaksimalkan manfaat. Dalam Islam tidak terdapat ajaran yang memerintahkan membiarkan segala urusan berjalan dalam kesulitannya, karena pasrah kepada keberuntungan atau kesialan, karena berdalih dengan ketetapan da ketentuan Allah, atau karena tawakkal kepada-Nya, sebagaimana keyakinan yang terdapat didalam agama selain Islam.
Adapun kaidah-kaidah dalam berproduksi antara lain adalah:
  1. Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
  2. Mencegah kerusakan dimuka bumi, termasuk membatasi polusi, memelihara keserasian dan ketersediaan sumber daya alam.
  3. Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat serta mencapai kemakmuran.
  4. Produksi dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat.
  5. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik kualitas spiritual maupun mental dan fisik.

C. Hadits yang berkaitan dengan produksi 

a. shahih bukhari kitab al-muzara’ah bab man kaa na min ash-habi al-nabiyyi saw no. 2340. 
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى أَخْبَرَنَا الْأَوْزَاعِيُّ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانُوا يَزْرَعُونَهَا بِالثُّلُثِ وَالرُّبُعِ وَالنِّصْفِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ وَقَالَ الرَّبِيعُ بْنُ نَافِعٍ أَبُو تَوْبَةَ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ عَنْ يَحْيَى عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا أَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ (رواه بـخارى)
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami ['Ubaidullah bin Musa] telah mengabarkan kepada kami [Al Awza'iy] dari ['Atha'] dari [Jabir radliallahu 'anhu] berkata: "Dahulu orang-orang mempraktekkan pemanfaatan tanah ladang dengan upah sepertiga, seperempat atau setengah maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang memiliki tanah ladang hendaklah dia garap untuk bercocok tanam atau dia hibahkan. Jika dia tidak lakukan maka hendaklah dia biarkan tanahnya". Dan berkata, [Ar-Rabi' bin Nafi' Abu Taubah] telah menceritakan kepada kami [Mu'awiyah] dari [Yahya] dari [Abu Salamah] dari [Abu Hurairah radliallahu 'anhu] berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang memiliki tanah ladang hendaklah dia garap untuk bercocok tanam atau dia berikan kepada saudaranya (untuk digarap). Jika dia tidak lakukan maka hendaklah dia biarkan tanahnya.” (HR. Bukhari).
b. Shahih Bukhari Bab Hibah Wa Fadhliha Wa Al-Takhridh Alaiha Bab Fadhli Al-Manihah No. 2632
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي عَطَاءٌ عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَتْ لِرِجَالٍ مِنَّا فُضُولُ أَرَضِينَ فَقَالُوا نُؤَاجِرُهَا بِالثُّلُثِ وَالرُّبُعِ وَالنِّصْفِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا أَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ وَقَالَ مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ حَدَّثَنِي الزُّهْرِيُّ حَدَّثَنِي عَطَاءُ بْنُ يَزِيدَ حَدَّثَنِي أَبُو سَعِيدٍ قَالَ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَهُ عَنْ الْهِجْرَةِ فَقَالَ وَيْحَكَ إِنَّ الْهِجْرَةَ شَأْنُهَا شَدِيدٌ فَهَلْ لَكَ مِنْ إِبِلٍ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَتُعْطِي صَدَقَتَهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَهَلْ تَمْنَحُ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَتَحْلُبُهَا يَوْمَ وِرْدِهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَاعْمَلْ مِنْ وَرَاءِ الْبِحَارِ فَإِنَّ اللَّهَ لَنْ يَتِرَكَ مِنْ عَمَلِكَ شَيْئًا (رواه بـخارى)
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Yusuf] telah menceritakan kepada kami [Al Awza'iy] berkata, telah menceritakan kepadaku ['Atho'] dari [Jabir radliallahu 'anhu] berkata; Ada orang-orang dari kami yang memiliki banyak lahan tanah. Mereka berkata: "Kami akan sewakan dengan pembagian sepertiga, seperempat dan atau setengah". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang memiliki lahan hendaklah dia tanami atau dia berikan kepada saudaranya untuk digarap. Jika dia tidak mau, hendaklah dia biarkan tanahnya". Dan Mujahid bin Yusuf berkata, telah menceritakan kepada kami Al Awza'iy telah menceritakan kepadaku Az Zuhriy telah menceritakan kapadaku 'Atho' bin Yazid telah menceritakan kapadaku Abu Sa'id berkata: "Datang seorang Baduy kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu bertanya tentang hijrah. Maka Beliau menjawab: "Bagaimana kamu ini, sesungguhnya hijrah adalah perkara yang berat. Apakah kamu ada memiliki unta?" Dia menjawab: "Ya punya". Lalu Beliau bertanya: "Apakah kamu mengeluarkan zakatnya?" Dia menjawab: "Ya". Beliau bertanya lagi: "Apakah ada darinya yang kamu berikan (hadiahkan)?" Dia menjawab: "Ya". Beliau bertanya lagi: "Apakah kamu memberinya susu saat kehausan?" Dia menjawab: "Ya". Maka Beliau bersabda: "Beramallah kamu dari seberang lautan karena Allah tidak akan mengurangi sedikitpun dari amalan kamu.” (HR. Bukhari).

c. Shahih Muslim Kitab Al-Buyu’ Bab Kira’a Al-Ardhi No. 1544
حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْحُلْوَانِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو تَوْبَةَ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا أَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ (رواه مسلم)
Artinya:  
Telah menceritakan kepada kami [Husain bin Ali Al Hulwani] telah menceritakan kepada kami [Abu Taubah] telah menceritakan kepada kami [Mu'awiyah] dari [Yahya bin Abi Katsair] dari [Abu Salamah bin Abdurrahman] dari [Abu Hurairah] dia berkata; Rasulullah Shallallu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa memiliki sebidang tanah, hendaklah ia menanaminya, atau memberikannya kepada saudaranya (supaya menanaminya), Namun jika ia tidak mau, hendaklah ia menjaganya." (HR. Muslim).
d . Sunan Ibn Majah Kitab Al-Ruhn Bab Al-Muzara’ah Bi Al-Tsulutsi Wa Al-Rub’i No. 2452
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعِيدٍ الْجَوْهَرِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو تَوْبَةَ الرَّبِيعُ بْنُ نَافِعٍ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ سَلَّامٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا أَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ (رواه أبن ماجه)
Artinya:  
Telah menceritakan kepada kami [Ibrahim bin Sa'id Al Jauhari] berkata, telah menceritakan kepada kami [Abu Taubah Ar Rabi' bin Nafi'] berkata, telah menceritakan kepada kami [Mu'awiyah bin Salam] dari [Yahya bin Abu Katsir] dari [Abu Salamah] dari [Abu Hurairah] ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa memiliki sebidang tanah hendaklah ia menanaminya atau ia berikan pengolahannya kepada saudaranya, namun jika menolak hendaklah ia tahan tanahnya.” (HR. Sunan Ibn Majah).
e. Ahmad - 16628
حَدَّثَنَا يَزِيْدُ حَدَّثَنَا الْمَسْعُوْدِيُّ عَنْ وَائلٍ أَبِيْ بَـكْرٍ عَنْ عَبَايَةَ بْنِ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعِ بْنِ خَدِيْجٍ عَنْ جَدِّهِ رَافِعِ بْنِ خَدِيْجٍ قَالَ ياَرَسُوْلَ اللَّهِ أَيُّ الْـكَسْبِ أَطْيَبُ قَال عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُـلُّ بَيْعٍ مَبْرُوْرٍ (رواه أحمد)
Artinya:  
Telah menceritakan kepada kami Yazid telah menceritakan kepada kami Al Mas’udi dari Wa’il Abu Bakr dari Abayah bin Rifa’ah bin Rafi’ bin Khadij dari kakeknya Rafi’ bin Khadij dia berkata, “Dikatakan, “Wahai Rasulullah, mata pencaharian apakah yang paling baik?” beliau bersabda: “Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur.” (HR Ahmad).


D.    Prinsip-prinsip Produksi
Beberapa prinsip yang diperhatikan dalam prduksi, antara lain dikemukakan Muhammad al-Mubarak, sebagai berikut: [13]
  1. Dilarang memproduksi dan memperdagangkan komoditas yang tercela karena bertentangan dengan syariah.
  2. Di larang melakukan kegiatan produksi yang mengarah kepada kedzaliman.
  3. Larangan melakukan ikhtikar (penimbunan barang).
  4. Memelihara lingkungan

E.     Tujuan Produksi
Menurut Nejatullah ash-Shiddiqi, tujuan produksi sebagai berikut: [14] 
  1. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu secara wajar
  2. Pemenuhan kebutuhan keluarga
  3. Bekal untuk generasi mendatang
  4. Bantuan kepada masyarakat dalam rangka beribadah kepada Allah.



F.     Faktor-faktor Produksi
  1. Tanah dan segala potensi ekonomi di anjurkan al-Qur’an untuk di olah dan tidak dapat dipisahkan dari proses produksi.
  2.  Tenaga kerja terkait langsung dengan tuntutan hak milik melalui produksI.
  3. Modal, manajemen dan tekhnologi.
G.    Etika Produksi dalam Islam
Etika dalam berproduksi yaitu sebagai berikut: [16] 
  1. Peringatan Allah akan kekayaan alam. 
  2. Berproduksi dalam lingkaran yang Halal. Sendi utamanya dalam berproduksi adalah bekerja, berusaha bahkan dalam proses yang memproduk barang dan jasa yang toyyib, termasuk dalam menentukan target yang harus dihasilkan dalam berproduksi.
  3. Etika mengelola sumber daya alam dalam berproduksi dimaknai sebagai proses menciptakan kekayaan dengan memanfaatkan sumber daya alam harus bersandarkan visi penciptaan alam ini dan seiring dengan visi penciptaan manusia yaitu sebagai rahmat bagi seluruh alam.
  4. Etika dalam berproduksi memanfaatkan kekayaan alam juga sangat tergantung dari nilai-nilai sikap manusia, nilai pengetahuan, dan keterampilan. Dan bekerja sebagai sendi utama produksi yang harus dilandasi dengan ilmu dan syari’ah islam. 
  5. Khalifah di muka bumi tidak hanya berdasarkan pada aktivitas menghasilkan daya guna suatu barang saja melainkan Bekerja dilakukan dengan motif kemaslahatan untuk mencari keridhaan Allah Swt.
Namun secara umum etika dalam islam tentang muamalah Islam, maka tampak jelas dihadapan kita empat nilai utama, yaitu rabbaniyah, akhlak, kemanusiaan dan pertengahan. Nilai-nilai ini menggambarkan kekhasan (keunikan) yang utama bagi ekonomi Islam, bahkan dalam kenyataannya merupakan kekhasan yang bersifat menyeluruh yang tampak jelas pada segala sesuatu yang berlandaskan ajaran Islam. Makna dan nilai-nilai pokok yang empat ini memiliki cabang, buah, dan dampak bagi seluruh segi ekonomi dan muamalah Islamiah di bidang harta berupa produksi, konsumsi, sirkulasi, dan distribusi.


H.    Modal dalam Al Qur’an
Dalam pandangan Al qur’an, uang merupakan modal serta salah satu faktor produksi yang penting, tapi bukan yang terpenting. Manusia menduduki tempat diatas modal disusul dengan sumber daya alam. Modal tidak boleh diabaikan,manusia berkewajiban menggunakannya agar terus produktif dan tidak habis digunakan. Karena itu seoarang wali yang menguasai harta orang orang yang tidak atau belum mampu mengurus hartanya agar mengembangkan harta yang berada di dalam kekuasaanya dan membiayai kebutuhan pemiliknya yang tidak mampu itu,dari keuntungan perputaran modal,bukan dari pokok modal. Ini di pahami dari redaksi surat An Nisa ayat 5:
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.”
Orang yang belum sempurna akalnya ialah anak yatim yang belum balig atau orang dewasa yang tidak dapat mengatur harta bendanya

I. Usaha Produksi Yang Baik (Q.S Al-baqarah 267) 

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”

kata “yang baik” itu menurut keterangan jamaah adalah yang halal. Menurut keterangan jumhur yang terbaik diantara sebagian hasil usaha yang telah kamu dapat. Dari ayat ini dapat di istinbatkan hukum yaitu berusaha itu adalah satu pekerjaan yang boleh dikerjakan,bukan diwajibkan. Meriwayatkan Bhukhori dari hadis misdan Nabi Muhammad bersabda, Tidak ada makanan yang paling baik yang dimakan oleh seseorang selain daripada yang diusahakan oleh tangannya sendiri.
Selain dari usaha tangan, juga dibolehkan usaha pertambangan, seperti mengeluarkan barang barang logam dan mineral dari tanah,atau bertindak sebagai petani. Itulah yang dimaksud oleh firman Alloh, “dari papa apa yang telah kami keluarkan dari dalam bumi untukmu” sangat pantas Imam Syafi’I mengatakan bahwa usaha yang paling baik adalah dari pertanian. Artinya langsung dari bumi.




BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasikan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh para konsumen. Tanpa produksi maka kegiatan ekonomi akan berhenti, begitu pula sebaliknya. Untuk mengahasilkan barang dan jasa kegiatan produksi  melibatkan banyak faktor produksi. Beberapa implikasi mendasar  bagi kegiatan produksi dan perekonomian secara keseluruhan, antara lain : Seluruh kegiatan produksi  terikat pada tataran nilai moral dan teknikal yang Islami, kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial-kemasyarakatan, permasalahan ekonomi  muncul bukan saja karena kelangkaan tetapi lebih kompleks. Maka Hadits Jabir bin Abdullah RA ini merupakan larangan menelantarkan lahan, karena hal ini termasuk perbuatan yang tidak bermanfaat. Dalam menelantarkan lahan, Rasulullah SAW menyarankan untuk memanfaatkan dan mengupah orang lain untuk mengelolahnya.
B. SARAN
Penulis menyadari, dalam pembuatan makalah ini jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu, kami sebagai penyusun berharap agar ada kritik dan saran dari semua pihak terutama Dosen.Penulis hanyalah manusia biasa.Jika ada kesalahan, itu datangnya dari penulis sendiri.Dan jika ada kebenaran, itu datangnya dari Allah swt.



DAFTAR PUSTAKA 

Karim , Adi Warman, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), Ed. 3.
Muhammad. Amin Suma, Tafsir Ayat Ekonomi Teks, Terjemah, dan Tafsir, (Jakarta: AMZAH, 2013), Cet. I.
Mardani, Ayat-ayat dan Hadis Ekonomi Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), Ed. 1.
Mawardi, Ekonomi Islam, (Pekanbaru: Alaf Riau: 2007).
Badroen. Faisal, dkk.. Etika Bisnis dalam Islam. (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005).
Al- Bukhari, Ash- Shahih al-bukhari, (Mesir: dar al-fikr,1993)
Sunan Abu Daud, (Mesir: dar al-fikr, 1990)











0 Response to "Makalah Hadist Ahkam Tentang produksi Dalam Islam"

Post a Comment